Legenda buaya putih di Brebes adalah kisah mistis yang berkembang di sekitar Sungai Pemali, yang membentang di wilayah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Masyarakat setempat percaya bahwa sungai ini bukan sekadar aliran air biasa, melainkan tempat bersemayamnya makhluk gaib. Sosok yang paling terkenal adalah siluman buaya putih bernama Lembudana-Lembudini, yang diyakini sebagai penjaga sungai. Kepercayaan ini diwariskan turun-temurun dan masih dipercaya hingga sekarang, terutama oleh penduduk desa-desa di sepanjang aliran sungai, seperti Desa Dumleng dan Desa Kertabesuki.
Asal-usul legenda buaya putih ini tidak memiliki catatan tertulis yang pasti, tetapi cerita rakyat menyebutkan bahwa buaya putih tersebut merupakan makhluk sakti yang bertugas menjaga keseimbangan alam di Sungai Pemali. Dalam beberapa versi cerita, buaya putih ini adalah perwujudan dari seorang tokoh sakti yang dikutuk atau sengaja menjelma untuk melindungi wilayah tersebut. Keberadaannya sering dikaitkan dengan bencana banjir atau kejadian mistis lain yang tidak dapat dijelaskan secara logis. Kepercayaan ini begitu mengakar dalam budaya masyarakat setempat hingga memengaruhi kehidupan sehari-hari. Beberapa warga masih melakukan ritual kecil sebelum menyeberangi atau menggunakan air dari Sungai Pemali, sebagai bentuk penghormatan kepada penunggunya. Mereka percaya bahwa jika tidak menghormati “penjaga” sungai, bisa terjadi hal-hal buruk, seperti hilangnya seseorang secara misterius atau munculnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Salah satu mitos yang paling dikenal adalah tentang “tumbal tahunan”, di mana Sungai Pemali diyakini setiap tahun meminta korban jiwa. Konon, korban biasanya adalah orang luar yang tidak tahu adat atau tidak menghormati tempat itu. Ada pula kisah tentang kendaraan yang tiba-tiba tersesat dan ditemukan di tepi Sungai Pemali tanpa alasan jelas, seperti ditarik oleh kekuatan tak kasat mata. Hal-hal inilah yang membuat masyarakat makin meyakini adanya makhluk gaib penghuni sungai. Meski banyak yang mempercayainya, sebagian mencoba menjelaskan fenomena ini dengan logika.
Beberapa mengatakan bahwa mungkin dahulu ada buaya asli yang hidup di sungai dan dianggap keramat karena jarang muncul. Arus sungai yang deras dan berbahaya pun bisa menjadi penyebab hilangnya nyawa manusia, namun oleh masyarakat dijadikan kisah mistis karena sulit dijelaskan saat itu. Terlepas dari rasionalisasi tersebut, legenda buaya putih masih menjadi kisah yang hidup dan dihormati. Bagi masyarakat Brebes, cerita ini bukan sekadar hiburan atau dongeng, melainkan warisan leluhur yang membawa nilai-nilai kearifan lokal—seperti menghargai alam, tidak berlaku sombong, dan hidup selaras dengan lingkungan.
Dari kisah ini, ada satu cerita menarik yang saya dengar dari narasumber bernama Pak Yanto, kenalan dari keluarga saya yang tinggal dekat Sungai Pemali. Ia bercerita tentang seorang pemuda bernama Jaka Wirya. Ia dikenal pemberani dan suka menantang hal mistis. Sayangnya, keberaniannya itu dibarengi kesombongan, dan ia sering menertawakan nasihat orang tua tentang larangan bersikap sembarangan di tepi sungai.
Suatu malam yang gelap dan berangin, Jaka Wirya dan teman-temannya memancing di Sungai Pemali. Teman-temannya sempat merasa tidak enak karena suasana terasa ganjil, tapi Jaka Wirya justru menantang sang buaya putih dengan suara lantang. Tiba-tiba, air sungai berputar membentuk pusaran, dan dari dalamnya muncul sosok buaya raksasa putih dengan sorot mata tajam yang menyeret Jaka ke dalam pusaran. Keesokan harinya, warga mencarinya, tapi tak ditemukan satu pun jejaknya. Beberapa hari kemudian, ada warga yang melihat sosok mirip Jaka duduk di tengah batu sungai, namun saat didekati, ia menghilang. Kisah ini menyebar luas di desa dan menjadi peringatan bagi siapa pun yang mencoba melanggar batas di Sungai Pemali.
Cerita dari Pak Yanto itu pun diperkuat oleh kesaksian narasumber lain bernama Satria. Ia bercerita tentang penemuan mayat laki-laki asal Cirebon yang ditemukan di Kali Pemali. Mayat tersebut sebelumnya hilang secara misterius dan baru ditemukan beberapa hari kemudian, mengapung tanpa sebab yang jelas. Masyarakat percaya bahwa mayat itu ditarik oleh buaya putih Lembudana-Lembudini sebagai bentuk peringatan atau tumbal.
Peristiwa itu menambah deretan kisah misterius Sungai Pemali. Warga sekitar makin meyakini bahwa tempat itu bukan tempat biasa dan harus dihormati. Bahkan, beberapa warga percaya bahwa buaya putih dapat “memilih” siapa yang akan ditariknya, tergantung pada perilaku orang tersebut saat berada di dekat sungai.
Sejak kejadian-kejadian itu, masyarakat di sekitar aliran Sungai Pemali makin menjaga sikap. Mereka percaya bahwa sungai bukan hanya sumber air, tetapi juga tempat suci yang dijaga oleh kekuatan yang tidak terlihat. Larangan untuk berbicara sembarangan, buang air sembarangan, atau melakukan hal tidak sopan di sekitar sungai makin dipatuhi.
Legenda buaya putih bukan hanya soal cerita horor atau makhluk gaib. Di baliknya ada pesan moral yang kuat: tentang pentingnya menjaga keseimbangan, menghargai alam, dan tidak meremehkan kekuatan yang tidak kita pahami. Hal-hal ini menjadi bagian penting dari budaya lokal Brebes yang kaya akan warisan cerita rakyat. Meski zaman terus berubah dan teknologi makin maju, kisah-kisah seperti ini masih punya tempat di hati masyarakat. Bahkan anak-anak kecil di desa sekitar Sungai Pemali masih sering didongengi tentang Lembudana-Lembudini agar mereka menghormati alam sejak dini.
Hingga hari ini, Sungai Pemali tetap diselimuti aura mistis yang kuat. Tidak sedikit orang yang merasa merinding saat melintas di malam hari, atau tiba-tiba merasakan kehadiran “sesuatu” ketika berada terlalu dekat dengan air. Kisah buaya putih pun tetap menjadi bagian dari ingatan kolektif masyarakat Brebes, sebagai pelindung sekaligus penjaga keseimbangan sungai yang legendaris.(*)
Oleh Nauralita Pramesty