Klitih di Yogyakarta

Klitih telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan bagi masyarakat Yogyakarta. Aksi kekerasan yang terjadi secara tiba-tiba ini biasanya dilakukan pada malam hari oleh dua atau lebih pelaku. Senjata yang digunakan umumnya meliputi pedang, parang, dan senjata tajam lainnya. Fenomena klitih juga dikaitkan dengan kenakalan remaja yang semakin mengarah ke tindak kriminal.

Sosiolog kriminal dari Universitas Gadjah Mada, Drs. Soeprapto, S.U, menjelaskan bahwa istilah klitih berasal dari bahasa Jawa “klitah-klitih”. Pada awalnya, kata “klitih” memiliki makna positif, yaitu aktivitas untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Contoh dari aktivitas tersebut termasuk berjalan-jalan, menjahit, membaca, dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman, makna klitih mengalami pergeseran menjadi konotasi negatif. Kini, “klitih” sering dikaitkan dengan tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang yang berkeliling menggunakan sepeda motor.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya aksi klitih adalah sekumpulan remaja yang memiliki kesamaan hobi serta kegiatan. Seperti remaja pada umumnya, mereka bisa dipengaruhi oleh teman-teman sebaya, sehingga hubungan pertemanan ini dapat mengarah pada hal-hal negatif, seperti kenakalan, penggunaan narkoba, dan pergaulan bebas.

Faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga berpengaruh pada kondisi psikologis anak, sehingga ketika dewasa mereka mungkin kesulitan mengendalikan emosi dan berpikir jernih. Selain itu, ketidakharmonisan dalam keluarga serta tidak adanya figur panutan turut berperan dalam membentuk sifat agresif dan ketidakmampuan mengontrol emosi.

Adapun cara untuk terhindar dari perilaku klitih adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap sekitar, misalnya saat ingin mendengarkan musik dengan headset, atur volumenya. Hal ini dilakukan agar anda masih bisa mendengarkan suara di sekitar. Memilih rute yang ramai juga dapat meminimalisasi tindakan klitih, meski harus mengambil jalan yang lebih jauh jangan merasa rugi akan hal terssebut, dibandingkan dengan risiko terkena aksi klitih.

Selalu membawa benda yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dapat menjadi langkah antisipasi bila terdesak dan jika ia memang mengincar dirimu, maka lawanlah. Benda-benda seperti semprotan merica, payung, atau bahkan sebatang besi yang sengaja disiapkan untuk perlindungan. Kemampuan bela diri juga akan sangat membantu, namun sebaiknya gunakanlah benda sebagai senjata untuk memudahkanmu melumpuhkan pelaku. Yang menjadi poin penting disini adalah jangan takut untuk melumpuhkan pelaku tersebut, karena pada dasarnya merekalah yang salah. Klitih termasuk ke dalam tindak pidana kekerasan, hal ini diatur dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 170.

Fenomena klitih harus diatasi dengan upaya bersama dari berbagai pihak. Mulai dari rumah tangga sendiri yang harus menjaga keharmonisan dan hindari kekerasan dalam bentuk apapun, mengedukasi anak dengan nilai dan norma agar kelak tidak menjadi pelaku kejahatan. Pihak sekolah juga bisa berperan dengan memberikan bimbingan konseling, memberikan arahan bagaimana cara hidup bermasyarakat agar tidak menjadi sampah masyarakat.

Anak muda memainkan peran penting dalam masyarakat karena mereka adalah generasi penerus yang akan memengaruhi arah perkembangan suatu bangsa di masa depan. Jika mereka sampai rusak, akan dibawa ke mana bangsa ini? (*)

Oleh Bayhaqi Ahmad Ananta (Ilmu Hukum UNNES)