Legenda Pulau Kemaro

Mentari pagi menyinari tenangnya aliran Sungai Musi. Di tengah riak air yang mengalun pelan, tampak sebuah pulau kecil yang selalu muncul, bahkan ketika air pasang datang. Pulau itu dikenal dengan nama Pulau Kemaro, sebuah tempat yang menyimpan kisah cinta yang mengharukan dan abadi.

Dahulu kala, di Palembang, hiduplah seorang putri cantik bernama Siti Fatimah. Ia adalah anak dari seorang raja yang bijaksana. Banyak bangsawan dan pangeran yang datang meminangnya, namun tak satu pun yang berhasil merebut hatinya.

Suatu hari, datanglah seorang saudagar dari negeri Tiongkok bernama Tan Bun An. Ia datang ke Palembang untuk berdagang rempah-rempah. Tak disangka, pertemuannya dengan Siti Fatimah membuat keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Hubungan mereka pun tumbuh dengan restu dari sang raja.

Setelah lamaran diterima, Tan Bun An kembali ke negerinya untuk meminta restu orang tuanya dan menyiapkan mas kawin. Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke Palembang dengan membawa sembilan guci besar. Di dalamnya, orang tuanya telah menyembunyikan emas sebagai mas kawin, namun agar tidak menarik perhatian pencuri, emas itu disamarkan dengan tumpukan sawi asin di atasnya.

Saat kapal merapat di pelabuhan, para awak yang tidak tahu isi guci tersebut mencium aroma sawi asin yang menyengat. Mengira isinya hanyalah sayuran busuk, mereka membuang beberapa guci ke sungai.

Tan Bun An terkejut ketika mengetahui kejadian itu. Ia panik, kecewa, dan merasa gagal membawa hadiah untuk calon istrinya. Dengan nekat, ia melompat ke Sungai Musi, berharap bisa menyelamatkan guci-guci tersebut. Namun naas, ia tidak pernah kembali ke permukaan.

Siti Fatimah yang mendengar kabar itu diliputi kesedihan mendalam. Cintanya pada Tan Bun An terlalu besar untuk dilupakan. Tanpa ragu, ia pun menyusul sang kekasih dengan terjun ke sungai yang sama. Sebelum melompat, ia berkata lirih,
“Bila suatu hari nanti muncul tanah di tengah sungai ini, di sanalah kami bersemayam.”

Waktu berlalu, dan benar saja, dari dasar sungai perlahan muncul sebuah daratan kecil. Pulau itu tak pernah tenggelam, bahkan saat air sedang tinggi. Masyarakat percaya, pulau itu adalah bukti dari cinta abadi Siti Fatimah dan Tan Bun An—sebuah cinta yang tak hanya menyatukan dua insan, tetapi juga dua budaya.

Kini, Pulau Kemaro menjadi tempat wisata dan ziarah. Sebuah vihara dan makam berdiri di sana, menjadi saksi bisu dari legenda yang terus hidup di hati masyarakat Palembang.(*)

Oleh Friska Pan Debora Marbun