Hukum di Indonesia sering dikritik karena ditegakkan secara tidak adil. Perkataan “hukum itu tumpul di atas dan tajam di bawah” menjadi tema penting ketika membahas keadilan hukum di negeri ini. Istilah itu mencerminkan fakta bahwa masyarakat kelas atas, termasuk pejabat dan orang yang berkuasa, seringkali menerima hukuman yang kurang memadai dibandingkan masyarakat kelas bawah.
Yang dimaksud dengan “hukum tumpul” adalah keadaan di mana hukum cenderung tidak efektif dalam memberikan keadilan. Sebaliknya, “kemerosotan” itu menunjukkan bahwa masyarakat kelas bawah sering kali dikenakan penegakan hukum yang lebih keras, meskipun kejahatan yang dilakukan tidak seserius yang dilakukan oleh masyarakat kelas atas. Hal itu memberikan kesan bahwa hukum dapat dibeli dan dipengaruhi oleh kekuasaan dan kemungkinan oleh uang
Ketidakadilan penegakan hukum ini berdampak serius bagi masyarakat. Banyak kasus menunjukkan bahwa meskipun individu berpangkat rendah dihukum berat karena kejahatan ringan, pejabat tinggi sering kali tidak dihukum meski terlibat dalam korupsi dan pelanggaran serius.
Sebagai contoh, kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik sering kali mendapat hukuman yang ringan atau bahkan tidak dikenakan denda sama sekali, contoh nyata pelambatan hukum adalah kasus E-KTP terkait Setya Novanto meski menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah, namun hukuman yang dijatuhkan kepadanya dinilai tidak sepadan dengan kerugian yang ditimbulkan. Sebaliknya, kasus-kasus kecil seperti pencurian kayu yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah sering kali mengakibatkan hukuman penjara yang lama.
Aparat penegak hukum, termasuk polisi dan jaksa, mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesetaraan di depan hukum namun banyak kritikus mengatakan mereka sering tidak menjalankan tugasnya dengan adil.
Reformasi hukum sangat penting untuk mengatasi permasalahan ini. Upaya untuk menjadikan hukum lebih adil dan setara harus dilakukan melalui peningkatan integritas aparat penegak hukum dan penegakan aturan yang lebih tegas terhadap pelanggar hukum kelas atas, tanpa reformasi ini, ketidakadilan akan terus berlanjut dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan akan menurun.
Persepsi masyarakat terhadap sistem hukum yang ada saat ini sangatlah negatif, banyak masyarakat yang merasa tidak berdaya dan percaya bahwa hukum hanya menindas pihak yang lemah, rasa ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan terhadap institusi pemerintah dan meningkatkan perilaku tidak tertib di masyarakat.
Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat juga merupakan langkah penting dalam membangun sistem hukum yang lebih baik. Kita harus meningkatkan pendidikan tentang hak-hak hukum dan bagaimana melindungi diri kita dari penyalahgunaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sehingga warga negara dapat lebih aktif mencari keadilan.
Media juga berperan penting dalam memantau lembaga penegak hukum dengan melaporkan ketidakadilan secara transparan, media dapat meningkatkan tekanan masyarakat untuk melakukan perubahan. Namun media juga harus bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi agar tidak memperburuk keadaan.
Masih ada harapan akan perubahan sistem hukum di Indonesia, apalagi dengan munculnya generasi muda yang lebih sadar akan hak-haknya, mereka berpotensi menjadi agen perubahan dengan menuntut keadilan dan transparansi dari pemerintah dan penegak hukum.
Undang-undang yang tumpul di bagian atas dan tajam di bagian bawah jelas mewakili permasalahan ketidakadilan dalam sistem hukum Indonesia memberikan keadilan bagi semua memerlukan reformasi mendasar dalam penegakan hukum dan penguatan integritas aparat penegak hukum, tanpa langkah-langkah konkrit seperti ini, ketidakpuasan masyarakat akan terus tumbuh dan landasan supremasi hukum yang kokoh akan terkikis. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bersama-sama memperjuangkan sistem hukum yang adil dan setara demi masa depan Indonesia yang lebih baik.(*)
Oleh Hizkia Orvellino Slamet (Ilmu Hukum UNNES)