Hukum waris adalah salah satu cabang dari hukum yang mengatur tentang hak-hak dan kewajiban seseorang terkait dengan warisan atau harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia. Hukum ini mencakup aturan mengenai siapa saja yang berhak mewarisi harta peninggalan tersebut, bagaimana cara pembagiannya, serta prosedur-prosedur yang harus diikuti dalam proses pewarisan.
Macam-macam hukum waris di Indonesia dapat dibedakan berdasarkan sistem hukum yang berlaku, yaitu hukum waris yang diatur oleh hukum agama, hukum adat, dan hukum perdata (negara).
Hukum waris adat di Indonesia adalah sistem hukum yang mengatur pembagian warisan berdasarkan tradisi, norma, dan aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat adat atau komunitas tertentu. Hukum ini sangat bervariasi tergantung pada suku, kelompok, atau daerah yang mengadopsinya. Oleh karena itu, hukum waris adat sering kali bersifat tidak tertulis dan mengacu pada kebiasaan serta keputusan-keputusan yang diambil dalam kehidupan sosial masyarakat adat tersebut.
Di Indonesia, terdapat dua sistem utama hukum waris adat yang banyak dianut, yaitu Sistem patrilineal (berdasarkan garis keturunan ayah), sistem matrilineal (berdasarkan garis keturunan ibu), dan sistem bilateral (patrilineal dan matrilineal).
Dalam sistem patrilineal ini, harta warisan biasanya diwariskan kepada anak-anak laki-laki atau kerabat dari pihak ayah. Sistem ini banyak berlaku pada masyarakat adat seperti suku Batak, Jawa, dan beberapa suku lainnya. Dalam sistem matrilineal ini, harta warisan lebih sering diwariskan kepada anak-anak perempuan atau kerabat dari pihak ibu. Sistem ini diterapkan oleh masyarakat adat Minangkabau di Sumatera Barat, dan beberapa komunitas adat lain yang menganut garis keturunan ibu. Beberapa masyarakat adat menerapkan pembagian warisan yang tidak hanya mengutamakan pihak laki-laki atau perempuan, tetapi memberikan hak waris kepada kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) secara lebih seimbang, misalnya pada beberapa suku di Indonesia Timur, yang menganut sistem bilateral.
Pembagian warisan dalam hukum adat biasanya mengedepankan prinsip musyawarah dan kekeluargaan, dan penyelesaian sengketa waris dilakukan dengan melibatkan pemuka adat. Hukum waris Islam mengatur pembagian warisan berdasarkan Al-Qur’an, Hadis, dan kesepakatan ulama atau ijma. Sistem ini berlaku bagi umat Islam di Indonesia dan mengatur dengan sangat rinci siapa saja yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, serta berapa bagian yang harus diterima oleh masing-masing ahli waris. Hukum waris perdata adalah hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan bagi ahli waris yang ditinggalkan oleh seseorang, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dalam sistem hukum perdata. Di Indonesia, hukum waris perdata umumnya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia, kecuali bagi mereka yang menganut hukum waris agama tertentu, seperti hukum waris Islam atau hukum waris adat.
Keselarasan antara hukum waris adat, perdata, dan Islam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keberagaman budaya, agama, dan norma yang berlaku di masyarakat. Meskipun ketiga sistem hukum ini memiliki perbedaan yang signifikan dalam pembagian warisan, penyelesaian sengketa warisan sering dilakukan melalui musyawarah atau mediasi. Dalam beberapa kasus, jika kesepakatan tidak tercapai, masalah ini dapat dibawa ke pengadilan yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku.
Dalam konteks Indonesia, penting untuk mengakui keberagaman sistem hukum waris ini dan menciptakan ruang untuk dialog dan penyesuaian agar dapat mencapai keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.(*)
Oleh Mhd ALif Zafran