Pertemanan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan sosial seseorang. Teman seringkali menjadi sumber kebahagiaan, dukungan emosional, dan tempat berbagi momen-momen penting. Interaksi yang positif dengan teman dapat memberikan dukungan sosial yang penting. Namun, tidak semua orang memiliki pertemanan yang sehat. Beberapa pertemanan bisa menjadi beban emosional yang berlebihan atau bahkan beracun hingga akhirnya dapat merusak kesehatan mental seseorang. Ketika seseorang terjebak dalam pertemanan yang toxic, ia bisa merasa tertekan, tidak dihargai, atau bahkan dimanfaatkan. Dalam situasi seperti ini, sangat penting untuk membangun batasan yang sehat dalam hubungan pertemanan.
Batasan dalam pertemanan adalah garis yang ditetapkan untuk melindungi diri dari pengaruh negatif teman-teman yang tidak mendukung. Batasan ini bisa berkaitan dengan berbagai aspek, seperti waktu, energi emosional, atau cara berinteraksi. Ketika teman tidak mampu atau tidak bersedia untuk menghormati batasan-batasan ini, mereka perlu diberi tahu dengan cara yang tegas namun tetap penuh empati. Membangun batasan bukan berarti memutuskan hubungan sepenuhnya, tetapi lebih kepada menjaga keseimbangan agar hubungan tetap sehat dan saling mendukung.
Sayangnya, banyak orang merasa terjebak dalam hubungan toxic karena takut kehilangan teman atau merasa bersalah ketika menetapkan batasan. Padahal, pertemanan yang sehat justru tercipta ketika kedua belah pihak saling menghargai kebutuhan dan ruang pribadi masing-masing. Oleh karena itu, dalam pertemanan penting untuk diketahui bahwa membangun batasan adalah cara untuk menjaga kualitas hubungan, bukan untuk menjauhkan diri.
Batasan dalam pertemanan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesejahteraan emosional. Tanpa batasan yang jelas, seseorang bisa merasa dimanfaatkan, tertekan, atau kehilangan rasa hormat terhadap diri sendiri. Batasan membantu seseorang untuk menjaga ruang pribadi, menghormati waktu, dan memastikan bahwa hubungan tidak mengambil lebih dari yang dapat diberikan secara emosional.
Dalam hubungan pertemanan yang toxic, batasan ini sering kali diabaikan atau tidak dihargai. Teman yang toxic mungkin terus-menerus meminta waktu atau perhatian tanpa memperhatikan kebutuhan atau perasaan orang lain. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengajarkan cara menetapkan batasan dengan jelas, baik dalam hal waktu, perhatian, maupun ruang pribadi.
Tantangan
Banyak orang merasa takut kehilangan teman atau merasa bersalah ketika harus menetapkan batasan. Padahal, hubungan yang sehat tercipta ketika kedua belah pihak saling menghormati kebutuhan pribadi dan ruang satu sama lain. Jika teman tidak menghormati batasan yang ditetapkan, itu bisa menjadi tanda bahwa hubungan tersebut perlu diperbaiki atau bahkan diakhiri.
Membangun batasan dalam pertemanan merupakan langkah penting dalam melindungi diri dari dampak negatif hubungan yang toxic. Batasan yang jelas dan sehat dapat membantu menjaga kesejahteraan emosional, mencegah seseorang merasa dimanfaatkan, dan memastikan bahwa hubungan tetap seimbang. Penting untuk diingat bahwa batasan ini bukanlah cara untuk menjauhkan diri dari teman, melainkan untuk menjaga kualitas hubungan agar tetap saling menghargai dan mendukung. Dalam pertemanan yang sehat, kedua belah pihak harus saling menghormati kebutuhan, ruang pribadi, dan perasaan masing-masing.
Meskipun sulit, menetapkan batasan yang tegas dan jelas dalam pertemanan adalah bentuk perlindungan diri yang sangat penting. Jika teman tidak menghormati batasan yang telah ditetapkan, itu menjadi indikasi bahwa hubungan tersebut perlu diperbaiki atau bahkan dipertimbangkan untuk dihentikan. Menyadari pentingnya batasan dalam hubungan sosial membantu seseorang menghindari pertemanan yang merugikan dan membuka kesempatan untuk hubungan yang lebih positif dan membangun.
Seseorang yang terjebak dalam hubungan toxic harus memahami dan menerapkan batasan adalah bentuk dukungan yang sangat dibutuhkan. Dengan demikian, mereka dapat menikmati pertemanan yang lebih sehat, bebas dari beban emosional yang tidak perlu, dan memiliki ruang untuk berkembang secara pribadi. Pada akhirnya, hubungan yang sehat dimulai dengan menghargai diri sendiri dan mengenali ketika pertemanan tidak lagi membawa manfaat positif. (*)
Oleh Diana Tri Ulandari (Ilmu Hukum UNNES)