Ayam Hitam Desa Cemani

Gelap sejauh mata memandang, suara jangkrik pun terdengar. Di tengah malam beberapa lelaki datang ke sebuah rumah joglo dilingkungan keraton.

Tok tok tok, suara ketukan pintu. Di luar para lelaki sudah mengenakan peralatan lengkap. Beberapa membawa busur, ada juga yang membawa golok yang disampirkan di pinggang, sisanya membawa kain-kain yang isinya perbekalan. 

“Belum bangun sepertinya si Joko,” ucap seorang lelaki dengan bahasa Jawa medok.

“Joko!” teriak lelaki yang lain.

Seorang lelaki yang pulas tidur dikamarnya pun terbangun. Rumah masih gelap, ia lupa bahwa malam ini mereka akan berburu ke selatan. Joko pun bergegas memakai pakaian berburunya tanpa mencuci muka dahulu. Istrinya pun terbangun karena kebisingan Joko.

“Mas mau berangkat?” tanya istrinya yang masih setengah tidur.

“Iya, Dik, Mas ketiduran tadi,” ucap Joko.

Istrinya bangun dan mengambil sebuah bungkusan kain yang ada di meja makan.

“Ini bekal buat Mas. Hati-hati ya, Mas.”

“Iya, Dek, nanti Mas bawakan daging setelah berburu,” ucap Joko.

Joko mengambil golok dan disampirkan ke pinggangnya. Ia pun membuka pintu, redup obor tampak puluhan lelaki. Beberapa di antaranya menunjukkan muka kesal.

Joko pun meminta maaf karena terlambat hingga harus dijemput kerumahnya. Tanpa berlama-lama mereka pun berangkat untuk berburu ke selatan.

”Kita istirahat di sini,” ucap seorang lelaki tinggi gagah.

Ia adalah ketua rombongan pemburu dari keraton.

Setelah berjalan tanpa henti dari keraton ke arah selatan, mereka pun beristirahat dibawah pohon yang bersebelahan dengan sebuah area lapang. Mereka membuka perbekalan mereka dan membaginya untuk makan siang.

Joko yang sedang makan melihat sesuatu yang aneh dari semak-semak.

“Itu tadi apa ya?” tanya Joko kepada rekannya.

“Ada apa, Ko?” Rekannya balik bertanya.

“Tadi aku lihat barang ireng dari semak-semak,” Joko penasaran.

“Aneh-aneh kowe Joko, siang bolong begini mana ada genderuwo,” jawabnya kesal.

Uduk Genderuwo, kecil kok dia,” Joko dengan suara agak tinggi.

“Kucing palingan, sudah-sudah mendingan kita makan dulu. Kowe kelaparan itu sampai salah lihat.”

“Ya sudah aku lihat sendiri.” 

Joko bangun dari duduknya dan menuju ke semak-semak. Joko pun berjalan menuju semak-semak tersebut dan menemukan seekor ayam hitam legam, dari paruhnya sampai cekernya pun berwarna hitam. Joko pun memanggil rekan-rekannya.

Rekan-rekannya menghampirinya dan keheranan melihat ayam tersebut. Beberapa saat kemudian muncul beberapa ayam yang sama. Beberapa diantaranya mencoba menangkap dan memasukannya kedalam kotak kayu untuk dibawa pulang ke keraton.

“Joko, mau kau namai apa ayam ini?” tanya pemimpin perburuan kepada Joko.

“Ayam Cemani”

Sejak itu, area tersebut dinamai Desa Cemani.(*)

Oleh Favian Hammam Fadhlurrohman