Kisah Pangeran Mangkubumi di Kutowinangun

Di tengah wilayah Kabupaten Kebumen, tepatnya di daerah Kutowinangun, tersimpan sebuah cerita legenda yang hidup dalam ingatan masyarakat s\cara turun-menurun. Cerita ini berkisah tentang sosok bangsawan yang dikenal dengan nama Pangeran Mangkubumi, seorang tokoh penting dalam sejarah Mataram Islam yang dikenal karena keberanian dan kecerdasannya dalam menghadapi penjajahan serta konflik internal keraton.

Menurut cerita rakyat, pada masa terjadinya ketegangan politik di Kerajaan Mataram, Pangeran Mangkubumi memutuskan untuk mengundurkan diri dan menyingkir dari pusat kekuasaan. Dalam pelariannya, dia memilih menetap sementara di sebuah wilayah yang saat itu masih berupa hutan dan perkampungan kecil—daerah yang kini dikenal sebagai Kutowinangun. Dalam pelariannya itu, dia tidak datang dengan kemewahan, melainkan dalam penyamaran dan hidup bersama rakyat kecil untuk menghindari kejaran pihak musuh maupun pihak keraton.

Di Kutowinangun, dia menemukan sebuah mata air yang jernih dan tenang. Mata air itu kemudian dikenal masyarakat sebagai Sendang Mangkubumi, yang dipercaya sebagai tempat sang pangeran bertapa, menenangkan diri, dan meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Masyarakat setempat sering menceritakan bahwa pada malam-malam tertentu, dari arah sendang tersebut terdengar suara gamelan halus yang mengalun lembut, seolah ada kegiatan keraton di tengah hutan. Tak jarang pula terlihat cahaya terang dan aroma harum kembang dari arah sendang, yang semakin menguatkan kepercayaan bahwa tempat itu masih dijaga secara gaib.

Suatu ketika, seorang warga bernama Pak Raji, yang penasaran dengan cerita itu, mencoba mendekati sendang saat malam hari. Namun ia justru tersesat dan tidak kembali sampai pagi. Ketika ditemukan, ia tampak bingung dan tidak mampu berbicara selama beberapa jam. Setelah pulih, ia menceritakan bahwa ia melihat seorang laki-laki berpakaian kerajaan yang duduk bersila di atas batu besar, dikelilingi oleh sinar terang dan wangi bunga. Sosok itu, menurut banyak warga, tak lain adalah Pangeran Mangkubumi sendiri.

Sejak kejadian itu, masyarakat Kutowinangun semakin menghormati tempat tersebut. Mereka percaya bahwa keberadaan sendang itu bukan sekadar tempat mata air biasa, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang tinggi sebagai peninggalan perjuangan dan laku prihatin seorang pangeran. Maka setiap tahun, masyarakat sekitar mengadakan ritual nyadran, yakni tradisi bersih-bersih sendang, tahlilan bersama, serta doa untuk para leluhur, termasuk Pangeran Mangkubumi.

Selain di Kutowinangun, ada juga cerita tentang keberadaan Pangeran Mangkubumi di wilayah lain, yaitu di daerah Bumidirjo, Karangrejo, Kutowinangun. Di sana, dikisahkan bahwa Pangeran Mangkubumi menetap sementara di sebuah tempat yang kini dikenal sebagai Mangkubumi Bumidirjo. Tempat ini, menurut cerita masyarakat setempat, merupakan tempat di mana dia beristirahat dan merenung untuk mempersiapkan langkah selanjutnya dalam perjuangannya. Konon, di daerah ini pula, Pangeran Mangkubumi sering memberikan nasihat kepada para petani tentang cara bertani yang baik dan hidup sederhana.

Legenda ini bukan hanya menjadi cerita untuk hiburan semata, melainkan juga sarat dengan pesan moral dan budaya. Dari kisah ini, masyarakat diajarkan tentang arti keteguhan hati, kerendahan diri, serta pentingnya menghormati sejarah dan leluhur. Keberadaan tokoh seperti Pangeran Mangkubumi yang rela meninggalkan kekuasaan demi menjaga kedamaian menjadi inspirasi bagi banyak generasi untuk mencintai tanah air dan berjuang dengan cara yang bijak.

Hingga kini, Sendang Mangkubumi masih menjadi salah satu situs budaya di Kutowinangun yang dihormati. Selain menjadi tempat ziarah dan perenungan, lokasi ini juga menjadi simbol identitas sejarah lokal masyarakat Kebumen. Cerita Pangeran Mangkubumi pun terus diceritakan dari mulut ke mulut, sebagai bagian dari warisan budaya yang memperkuat jati diri daerah dan bangsa.(*)

Oleh Fajar Malik Nugroho