Di jantung Kota Depok, tepatnya di persimpangan Jalan Muchtar, Kelurahan Sawangan Baru, berdiri tegak sebuah tugu yang tampak sederhana namun menyimpan kedalaman makna historis yang tak ternilai: Tugu Batu Sawangan. Lebih dari sekadar penanda batas administratif wilayah, tugu ini menjelma menjadi monumen bisu yang abadi, merangkum bara semangat perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sawangan beserta seluruh masyarakatnya dalam upaya gigih mengusir penjajah Belanda dari tanah Sawangan.
Kisah keberadaan tugu ini berakar pada periode pasca-kemerdekaan Indonesia, sebuah era yang penuh dengan gejolak dan tantangan, terbentang dari tahun 1945 hingga dekade 1960-an. Pada masa itu, wilayah Sawangan bertransformasi menjadi salah satu medan gerilya yang sengit dan tak kenal ampun. Dengan berbekal bambu runcing yang menjadi simbol perlawanan rakyat dan senjata api rampasan yang diperoleh melalui keberanian dan taktik dari musuh, para prajurit TKR Sawangan menunjukkan semangat pantang menyerah yang membara. Mereka dengan gagah berani berdiri teguh di sekitar lokasi yang kini menjadi Tugu Batu Sawangan, menghadang setiap usaha dan ambisi Belanda untuk kembali menancapkan kekuasaan kolonialnya di bumi Sawangan.
Pergolakan dan bentrokan bersenjata dalam perang gerilya menjadi kenyataan yang tak terhindarkan. Ratusan nyawa melayang, menjadi harga yang harus dibayar demi meraih dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diraih. Dalam perjuangan yang berat ini, TKR Sawangan dan masyarakat setempat bahu-membahu, bersatu padu dengan tekad yang bulat, dan rela mengorbankan segalanya demi mempertahankan hak atas tanah kelahiran yang mereka cintai. Latar belakang konflik yang berkobar ini diyakini kuat terkait dengan sosok Baron, seorang pengusaha berkebangsaan Belanda yang memiliki kekuasaan atas perkebunan karet dan pabrik yang beroperasi di wilayah Sawangan. Ambisinya yang besar untuk merebut kembali aset-aset yang dianggapnya sebagai miliknya memicu gelombang perlawanan sengit dari para pejuang Sawangan yang tak gentar.
Setelah melalui masa gerilya yang panjang dan penuh tantangan selama kurang lebih lima belas tahun, kegigihan dan semangat juang yang tak pernah padam dari TKR Sawangan akhirnya membuahkan hasil yang gemilang. Belanda akhirnya berhasil dipukul mundur, meninggalkan jejak luka yang mendalam akibat kehilangan nyawa para pejuang dan masyarakat sipil yang turut berkorban. Kendati demikian, kemenangan yang diraih dengan susah payah ini juga menumbuhkan rasa syukur yang mendalam di hati masyarakat Sawangan, serta memunculkan keinginan yang kuat untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur demi kemerdekaan.
Sebagai manifestasi penghormatan yang mendalam atas pengorbanan para pahlawan, TKR Sawangan bersama dengan seluruh elemen masyarakat Sawangan mengusulkan sebuah tindakan simbolis yang sarat makna. Di titik tengah persimpangan jalan yang dulunya menjadi saksi bisu berbagai pertempuran sengit, tepatnya di antara wilayah Bedahan dan Sawangan yang pada masa itu menjadi batas wilayah yang jelas, mereka secara bersama-sama menanam sebuah pohon sengon. Pohon sengon ini dipilih bukan hanya sebagai penanda batas wilayah yang baru, melainkan juga sebagai sebuah monumen hidup, sebuah pengingat abadi akan keberanian, persatuan, dan pengorbanan tanpa pamrih dari para syuhada yang telah gugur demi tegaknya kemerdekaan Sawangan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan zaman, wilayah Sawangan mengalami transformasi yang signifikan. Batas-batas wilayah administratif mengalami pergeseran, dan infrastruktur jalan pun meluas untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi. Namun, di tengah hiruk pikuk modernitas yang terus berkembang, Tugu Batu Sawangan tetap berdiri kokoh dan tegar. Ia menjadi saksi bisu dari setiap perubahan zaman yang terjadi di sekitarnya, namun ia tak pernah kehilangan esensi dan maknanya yang mendalam.
Tugu Batu Sawangan terus berfungsi sebagai pengingat yang tak lekang oleh waktu akan semangat juang yang membara, nilai-nilai persatuan yang kokoh, dan pengorbanan yang tak ternilai harganya yang telah ditorehkan oleh para anggota TKR Sawangan dan seluruh masyarakatnya demi meraih kemerdekaan yang kini dapat dinikmati oleh generasi penerus. Setiap kali masyarakat Sawangan melintasi tugu bersejarah ini, mereka diingatkan kembali akan akar sejarah dan identitas mereka, tentang keberanian dan ketangguhan para pendahulu yang telah berjuang dengan gigih demi membela dan mempertahankan tanah air tercinta.
Tugu Batu Sawangan bukan hanya sekadar artefak sejarah, melainkan juga simbol hidup dari semangat perjuangan yang abadi. Ia adalah representasi visual dari keberanian, persatuan, dan pengorbanan yang menjadi fondasi kemerdekaan Sawangan. Keberadaannya yang terus terjaga di tengah modernitas menjadi pengingat yang konstan bagi generasi kini dan mendatang tentang pentingnya menghargai sejarah dan jasa para pahlawan.
Melalui kesederhanaannya, Tugu Batu Sawangan menyampaikan pesan yang mendalam tentang arti kemerdekaan yang diraih dengan perjuangan dan pengorbanan. Ia adalah representasi dari semangat “bara semangat yang tak padam” dari para pejuang TKR Sawangan dan masyarakat Sawangan dalam menghadapi penjajah.
Setiap elemen dari tugu ini, meskipun tampak sederhana, memiliki makna simbolis yang kuat, mengingatkan akan masa-masa sulit perjuangan dan kemenangan yang akhirnya diraih. Tugu ini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan memori kolektif masyarakat Sawangan.
Keberadaan Tugu Batu Sawangan di tengah persimpangan yang ramai menjadi penanda penting bagi setiap orang yang melintasinya, sebuah pengingat visual yang kuat akan sejarah dan nilai-nilai luhur perjuangan kemerdekaan yang patut untuk terus dikenang dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.(*)
Oleh Nabilah Jauza Arij Wijiyanto