Menuliskan cerita ini mengembalikan ingatanku akan sebuah peristiwa yang cukup menghebohkan di tempatku tinggal. Peristiwa yang belum lama terjadi, sekitar beberapa bulan yang lalu. Masih jelas terukir di benakku, pasalnya saat kejadian ini berlangsung sungguh membuatku terkejut. Kebetulan saat itu aku berada di sana dan menyaksikannya.
Tempat tinggalku ini merupakan sebuah perumahan yang terletak di Karanganyar. Lebih tepatnya pada kelurahan Bejen, salah satu kelurahan yang termasuk dalam kecamatan dan juga kabupaten Karanganyar. Bisa dibilang, tempat tinggalku adalah satu dari beberapa desa dan perumahan yang telah berdiri pada awal kelurahanku ditetapkan. Jadi banyak orang sekitar yang sudah mengenalnya sejak dulu. Namun, seiring bertambahnya waktu, daerah ini telah mengalami beberapa perubahan.
Sebelum tinggal di desaku yang sekarang, aku pindah dari sebuah tempat dari kelurahan seberang yang tidak terlalu jauh dari sana. Awal kepindahanku, seringkali diriku mendengar orang menyebut daerah tempatku yang sekarang dengan sebutan “Batang Hari”. Bahkan, bibi yang ikut bekerja di tempatku juga sering menyebutnya begitu.
Pada awalnya aku tidak terlalu mempertanyakan tentang penamaan desaku, karena memang pada saat itu aku masih terlalu kecil untuk memperhatikannya. Sejak awal aku pindah, nama “Ringin Asri” merupakan identitas resmi yang tercatat sebagai nama perumahan ini. Namun ternyata, nama lain yang sering disebut itu adalah penyebutan orang jaman dulu untuk daerah ini, mengacu dari nama kontraktor yang mendesain perumahannya.
Perumahan Ringin Asri dulunya adalah sebuah daerah yang belum ramai seperti saat ini. Pelataran sawah hijau membentang menghiasi lingkungan. Jalan-jalan sepi dan masih jarang dilintasi kendaraan. Perumahan ini, tepatnya rumahku terletak di paling utara dan berbatasan langsung dengan jalan raya yang merupakan jalan kecamatan.
Saat ini, daerah kelurahan Bejen telah menjadi semakin ramai. Seperti jalan di depan rumahku yang kian padat dilalui banyak kendaraan, dampak dari pemindahan kantor Kecamatan dan juga Puskesmas Karanganyar ke seberang jalan. Selain itu, jalan ini juga merupakan akses yang biasa dilalui anak sekolahan untuk berangkat ke salah satu sekolah menengah atas yang juga berada di lingkungan ini.
Suasana ramai sudah biasa terjadi pada saat jam-jam sibuk, seperti di waktu pagi hari maupun pada jam pulang kerja. Kendaraan berlalu lalang menimbulkan kebisingan dari suara mesin yang dihasilkannya. Orang-orang beraktivitas dan sibuk dengan rutinitasnya masing-masing. Namun semua ini berubah ketika waktu menunjukkan petang hari dimana semua orang telah kembali ke rumahnya masing-masing.
Seperti pada hari itu, jalanan di depan rumahku sepi seperti biasanya. Yang berbeda pada malam hari itu adalah sayup-sayup terdengar suara musik yang mengalun dari tengah perumahan. Memang saat itu sedang diadakan acara pentas seni karena memperingati hari jadi kabupaten tercintaku. Rumahku yang kebetulan berada di ujung tidak terlalu terjangkau suara musiknya.
Saat itu, jam menunjukkan sebentar lagi menuju tengah malam. Pentas yang diadakan pun belum usai. Bahkan adikku yang ikut menonton juga belum pulang. Aku yang memilih beristirahat di rumah, sedang asyik dan hampir terlelap menuju dunia mimpi.
“Boom!” sebuah suara keras mengejutkanku.
Mencegah perjalananku yang hampir sampai ke dunia mimpi.
Rumahku ikut bergetar begitu suara keras itu terjadi. Aku langsung terbangun dan mencari keluargaku yang berada di ruangan lain.
“Kenapa ini?” ucapku dengan nada setengah panik. Mengira telah terjadi sebuah peristiwa alam seperti gempa maupun guntur yang bisa saja merobohkan rumahku.
Setelah itu, keadaan di luar rumah seketika menjadi ramai. Banyak orang yang tiba-tiba berkumpul di sana. Kakak dan orang tuaku pun segera keluar dari rumah dan memastikan apa yang terjadi. Aku masih di dalam rumah dan mencoba mendengarkan percakapan orang-orang di luar sana.
“Wah iya, ini sudah nyangkut makanya bisa jatuh,” ucap seorang bapak yang terlihat menjelaskan keadaan.
Ternyata, sebuah truk melintas di jalan depan rumahku. Truk dengan muatan yang cukup besar. Cukup besar hingga akhirnya tersangkut di kabel listrik yang tiangnya berada di tepi jalan. Kabel listrik yang tidak jauh dari genteng rumah menyebabkannya ikut terjatuh ketika kabel-kabel itu ditarik oleh muatan truk tersebut.
Diketahui truk tersebut adalah pembawa muatan yang akan menuju sebuah proyek pembangunan wisma atlet yang baru saja diresmikan. Jalur yang biasanya dilalui memang jalan di depan rumahku, mungkin pada saat itu muatannya terlalu besar hingga akhirnya tersangkut di kabel listrik. Dampaknya merusak beberapa genteng rumah yang dilalui oleh truk tersebut.
Kejadian ini sungguh membuatku terheran-heran jika mengingatnya. Rumahku yang terkena paling parah, bahkan bagian atapku rusak dan harus diperbaiki. Kabel listrik yang tersangkut bahkan juga mengenai tiang kabel telepon yang ikut rusak. Membuat sinyal internet di rumahku hilang beberapa jam hingga diperbaiki.
Suasana malam yang biasanya sepi, hari itu terasa begitu ramai. Beberapa warga datang meminta pertanggungjawaban kepada pengemudi truk. Bahkan petinggi proyek dan ketua RT di perum ku juga ikut datang. Akhirnya setelah berdiskusi. diputuskan untuk melakukan mediasi pada kemudian waktu mengingat hari sudah terlalu malam.
Dampak dari kejadian ini cukup besar. Perbaikan kabel dilakukan dengan memutus aliran listrik ke perumahan selama beberapa waktu. Hal ini merupakan peristiwa yang cukup berkesan bagiku, karena kejadiannya tepat di rumah tempatku tinggal. Mungkin yang kupikirkan hanya ini adalah satu dari resiko memiliki rumah di tepi jalan raya. Apalagi setelah daerah tempat tinggalku menjadi semakin ramai.(*)
Oleh Rona Nida Afanin