Diskriminasi yang didasarkan pada gender sering kali menyebabkan kaum perempuan mengalami perlakuan yang bersifat eksploitasi, sehingga menghalangi mereka untuk berperan secara maksimal di masyarakat umum. Budaya patriarki bukan hanya tampak di rumah atau keluarga, tetapi juga terdapat dalam kehidupan masyarakat serta kehidupan negara. Sampai sekarang, budaya patriarki masih sangat kuat di Indonesia.
Budaya itu dapat ditemukan dalam berbagai bidang dan lingkup, mulai dari ekonomi, pendidikan, politik, hingga hukum. Keseimbangan gender dan pemberdayaan perempuan diyakini dapat mengatasi kemiskinan yang dialami oleh para perempuan. Salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan perempuan adalah budaya patriarki yang menghambat partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. Dampaknya adalah kaum perempuan tidak mendapatkan kesempatan yang setara dengan kaum laki-laki di berbagai aspek kehidupan. Meskipun tidak sedikit perempuan yang berperan sebagai tulang punggung keluarga, bahkan menjalankan peran sebagai kepala keluarga.
Dominasi budaya patriarki yang mengakar secara kuat di masyarakat memberikan sumbangan yang besar terhadap terpinggirkannya posisi dan peran perempuan. Artinya telah terjadi ketidakadilan, dankaum perempuan yang paling banyak menjadi korban dari ketidakadilan tersebut. Paradigma patriarki ini kemudian membentuk pola pikir masyarakat, pelaku ekonomi, kaum intelektual, dan penentu kebijakan dalam memperlakukan perempuan, sehingga membentuk menjadi sebuah budaya. Budaya patriarki ini menyebabkan kaum perempuan menjadi kelompok yang termarginalkan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam menentukan kebijakan. Semua ini tidak terjadi secara serta merta, tapi melalui proses perjalanan yang panjang, yang bersumber dari norma-norma yang berlaku di masyarakat, penafsiran atas ajaran agama, dan instrumen-instrumen pendidikan sejak dari pendidikan keluarga sampai pada pendidikan formal. Sebagai contoh terutama pada masyarakat Hulu Sungai di pedesaan, bagaimana mungkin perempuan ingin maju kalau ia diminta oleh orang tuanya agar berhenti sekolah karena harus menjaga adik-adiknya karena orang tuanya yang bekerja.
Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah sejauh tidak terjadi diskriminasi dan ketidakadilan gender. Akan tetapi dalam banyak kasus, adanya perbedaan gender telahmenimbulkan ketidakadilan gender, dan kaum perempuan yang paling banyak menjadi korbannya. Di samping itu, banyak kaum laki-laki yang mengambil keuntungan dari kehidupan yang tidak adil tersebut. Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kelamin tertentu (perempuan) secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Akan tetapi kita sering menyaksikan, perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan rumah tangga. Sehingga bagi kaum perempuan yang bekerja di luar rumah seperti menjadi buruh tani bagi yang tinggal di pedesaan atau menjadi buruh/karyawan perusahaan bagi mereka yang tinggal di perkotaan, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika pulang ke rumah.Untuk memaksimalkan perbaikan peran kaum perempuan ke depan, maka pemahaman masalah kesetaraan gender mutlak diperlukan.
Kesataraan dan keadilan gender merupakan syarat mutlak untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi. Oleh sebab itu tidak benar jika ada orang yang beranggapan bahwa gerakan kesataraan dan keadilan gender merupakan upaya merusak tatanan masyarakat yang telah ada. Sesungguhnya kesataraan dan keadilan gender adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi. Karena itu laki-laki dan perempuan harus berupaya untuk melawan sistem yang tidak adil.Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan, sekaligus dalam upaya mewujudkan kesataraan dan keadilan gender adalah melakukan pemberdayaan perempuan. Secara harfiah, kata pemberdayaan merupakan penerjemahan dari kata “empowerment”, dari kata dasar power atau kekuasaan. Karena itu ide utama pemberdayaan perempuan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Maksudnya pola pendekatan yang memposisikan perempuan sebagai subyek dalam pembangunan, bukan lagi obyek pembangunan.
Semoga pada masa yang akan datang banyak kaum perempuan yang tertarik dengan masalah kesetaraan genderdalam rangka mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan itu sendiri. Saat ini hanya sedikit kaum laki-laki yang mau terlibat dalam isu-isu gender dan masalah-masalah perempuan. Kalau tidak perempuan sendiri yang mencoba bangkit dan menyuarakan hak-hak kaum perempuan, siapa lagi. Kendala yang dihadapi, akan selalu ada anggota masyarakat yang mencemooh kita sebagai orang yang kurang kerjaan dan mengurusi pribadi orang lain. Pilihan bagi kaum perempuan sudah ada di depan mata, apakah ingin menjadi ibu rumah tangga, wanita karier, atau ingin menjalankan peran ganda (multitasking). Bagi umumnya perempuan di pedesaan atau dari keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi mereka sudah pasrah dengan nasib, pilihan satu-satunya adalah menjadi ibu rumah tangga. Tapi bagi perempuan yang tergolong berpendidikan mereka masih mempunyai beberapa pilihan
Pilihan pertama, memilih pekerjaan sebagai ibu rumah tanggga. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga umumnya adalah mengurus keluarga, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, menyiapkan keperluan sekolah anak, melayani suami dan masih banyak lagi pekerjaan lainnya. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga adalah profesi seumur hidup, tanpa mengharapkan imbalan berupa gaji. Kepuasan dan kebahagiaan tersendiri ketika anak-anak atau anggota keluarganya mencapai sukses. Kebahagiaan dalam hidupnya adalah imbalan yang tak dapat dinilai dengan materi.
Piilihan kedua, memilih pekerjaan sebagai wanita karier. Karier adalah pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju.12Istilah ini biasanya sering diidentikkan dengan wanita pintar atau wanita modern. Wanita karier adalah wanita yang memiliki pekerjaan dan mandiri secara finansial, baik bekerja pada orang lain atau mempunyai usaha sendiri. Saatsekarang ini menjadi wanita karier adalah impian banyak wanita. Dalam hal kemandirian, wanita karir memiliki kemandirian yang lebih baik dibandingkan yang bukan wanita karier. Tidak hanya mandiri secara finansial, tetapi juga mandiri dalam kesehariannya. Wanita karier cenderung memiliki komitmen yang kuat yang membuat mereka sanggup bekerja sepenuh hati tanpa harus merepotkan orang lain. Dia sudah biasa melakukan semua pekerjaan dengan mandiri, tanpa harus bergantung pada orang lain.
Pilihan ketiga, mengambil jalan tengah dengan melakukan peran ganda (multitasking). Multitasking adalah menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus, baik dalam waktu yang sama ataupun berpindah antara satu tugas ke tugas lainnya secara bergantian dalam waktu yang singkat. Maksudnya disampingmemilih pekerjaan sebagai wanita karier, baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta, dalam kurun waktu yang sama ia juga tetap berperan sebagai ibu rumah tangga. Pilihan jalan tengah sekarang ini banyak dilakukan oleh kaum perempuan, karena dianggap lebih manusiawi dan tidak menyalahi kodrat sebagai seorang perempuan.
Berpendidikan tinggi adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi kalangan orang tua yang berjuang keras agar anak-anaknya bisa sukses, apalagi bagi masyarakat pedesaan seperti di wilayah Hulu Sungai Propinsi Kalimantan Selatan, yang pada umumnya bekerja sebagai petani. Sebagai seorang perempuan lulusan perguruan tinggi, biasanyaakan lebih memilih untuk bekerja daripada “di dapur”. Konsep berpikirnya sangat sederhana, mereka sudah menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk kuliah. Sehingga setelah lulus dari perguruan tinggi, mereka ingin menerapkan apa yang telah dipelajari selama kuliah. Di sisi lain, mereka juga ingin memiliki keluarga yang harmonis dan memiliki anak sebagaimana layaknya seorang perempuan.
Sistem patriarki menempatkan kaum laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utamadan mendominasi dalam berbagai bidang kehidupan. Dominasi budaya patriarki yang sudah mengakar secara kuat di masyarakat menyebabkan posisi kaum perempuan menjadi termarginalkan.Budaya patriarki menekankan pada superioritas kaum laki-laki, dan kaum perempuan hanya ditempatkan dalam wilayah domestik, yaitu yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.Gender adalah sebuah konstruksi sosial tentang relasi laki-laki dan perempuan yang dibangun oleh sistem dimana keduanya berada. Konstruksi sosial ini dianggap sebagai proses sosial dan interaksi sosial, yang pada akhirnya menciptakan realitas sosial.
Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan terjadinya ketidakadilan gender. Kalau terjadi ketidakadilan gender maka akan muncul diskriminanatif gender, dan yang paling banyak dikorbankan adalah kaum perempuan. Untuk itulah diperlukan perubahan sistem sosial agar tercipta kesetaraan dan keadilan gender, antara lain melalui pemberdayaan perempuan. (*)
Oleh Anggun Luthfiyah Royani (Ilmu Hukum UNNES)