Di Desa Crewek, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan ada sebuah pohon asam besar di Desa Crewek yang konon dipercaya masyarakat setempat sebagai pohon keramat. Pada suatu hari ada seorang anak yang akan melakukan prosesi pernikahan, tetapi ibu dari anak tersebut adalah orang yang berkelahiran dari Desa Crewek. Beberapa saat ada seorang saudara tertua dari ibu pengantin yang berasalkan dari Desa Crewek mengatakan, “Jika keturunan dari ibu yang berkelahiran dari Desa Crewek akan melakukan pernikahan maka setelah ijab qabul kedua pengantin harus memutari pohon asam atau makan besar bersama-sama di bawah pohon yang biasa disebut manganan di Desa Crewek.”
Kedua pengantin yang melaksanakan tradisi sampai di tempat pohon asam berada langsung melakukan tradisi dengan memutari pohon asam yang dipimpin oleh sesepuh adat.
“Pelaksanaan memutari pohon asam dilakukan sebanyak tujuh kali, setelah selesai melakuan tradisi tersebut kedua pengantin melakukan tradisi selanjutnya yang disebut manganan,” ujar sesepuh adat. Manganan adalah makan besar bersama-sama. Pengantin melakukan tradisi itu di bawah pohon bersama-sama dengan keluarga dan masyarakat setempat. Makanan yang selalu ada untuk tradisi manganan adalah nasi ayam ingkung, mi, dan lainnya. Setelah sudah selesai melakukan acara kemudian sisa nasi ayam ingkung harus ditinggal di pohon asam tersebut.
Pengantin laki-laki yang berasal dari luar desa Crewek bertanya kepada saudara tertua dari ibu pengantin perempuan. “Kenapa harus memutari pohon asam setelah ijab qabul? Apa yang terjadi ketika tidak memutari pohon asam?”
Saudara tertua dari ibu pengantin perempuan mengatakan, “Memutari pohon asam adalah tradisi yang harus dilakukan ketika menikah dengan anak dari ibu yang berkelahiran atau asli dari Desa Crewek. Masyarakat setempat memercayai jika setelah ijab qabul pengatin tidak memutari pohon asam dipercaya akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti sakit tahunan, kesialan, ditempa banyak masalah dalam keluarga dan hal buruk lainnya”.
Dia menambahkan, “Apabila prosesi pernikahan di luar kota dan pengantin berhalangan untuk memutari pohon asam di Desa Crewek dikarenakan jarak yang terlalu jauh, sebagai penggantinya masyarakat setempat juga memercayai bisa dari pakaian pengantin untuk diputarkan ke pohon asam oleh keluarga pengantin yang dipimpin oleh sesepuh adat Desa Crewek.”
Ibu Ning orang yang berasal dari Desa Crewek mengungkapkan hal yang sama, “Waktu itu ada pengantin mempelai laki-laki yang berasal dari luar desa yang berhalangan untuk melakukan tradisi tersebut. Sebagai penggantinya adalah pakaian mempelai bisa di putarkan ke pohon asam oleh keluarga.”
Tradisi tersebut masih dijaga dan dijalankan oleh masyarakat hingga saat ini. Tradisi itu menjadi salah satu budaya dalam pernikahan.
Selain Mubeng Asem, ada juga kegiatan yang masih dipertahankan oleh masyarakat di sekitar pohon asam. Warga setempat menyebutnya dengan “manganan”, yaitu melaksanakan hajatan dan membaca doa atau tahlilan. Tradisi manganan dilakukan sekelompok masyarakat atau keluarga yang akan melaksanakan hajatan. Menu yang wajib ada dalam tradisi manganan yaitu ingkung ayam kampung Manganan dilaksankan dengan harapan mereka mendapat rida dari Allah swt. (*)Mubeng Asem
Oleh Thariq Aziz
Di Desa Crewek, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan ada sebuah pohon asam besar di Desa Crewek yang konon dipercaya masyarakat setempat sebagai pohon keramat. Pada suatu hari ada seorang anak yang akan melakukan prosesi pernikahan, tetapi ibu dari anak tersebut adalah orang yang berkelahiran dari Desa Crewek. Beberapa saat ada seorang saudara tertua dari ibu pengantin yang berasalkan dari Desa Crewek mengatakan, “Jika keturunan dari ibu yang berkelahiran dari Desa Crewek akan melakukan pernikahan maka setelah ijab qabul kedua pengantin harus memutari pohon asam atau makan besar bersama-sama di bawah pohon yang biasa disebut manganan di Desa Crewek.”
Kedua pengantin yang melaksanakan tradisi sampai di tempat pohon asam berada langsung melakukan tradisi dengan memutari pohon asam yang dipimpin oleh sesepuh adat.
“Pelaksanaan memutari pohon asam dilakukan sebanyak tujuh kali, setelah selesai melakuan tradisi tersebut kedua pengantin melakukan tradisi selanjutnya yang disebut manganan,” ujar sesepuh adat. Manganan adalah makan besar bersama-sama. Pengantin melakukan tradisi itu di bawah pohon bersama-sama dengan keluarga dan masyarakat setempat. Makanan yang selalu ada untuk tradisi manganan adalah nasi ayam ingkung, mi, dan lainnya. Setelah sudah selesai melakukan acara kemudian sisa nasi ayam ingkung harus ditinggal di pohon asam tersebut.
Pengantin laki-laki yang berasal dari luar desa Crewek bertanya kepada saudara tertua dari ibu pengantin perempuan. “Kenapa harus memutari pohon asam setelah ijab qabul? Apa yang terjadi ketika tidak memutari pohon asam?”
Saudara tertua dari ibu pengantin perempuan mengatakan, “Memutari pohon asam adalah tradisi yang harus dilakukan ketika menikah dengan anak dari ibu yang berkelahiran atau asli dari Desa Crewek. Masyarakat setempat memercayai jika setelah ijab qabul pengatin tidak memutari pohon asam dipercaya akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti sakit tahunan, kesialan, ditempa banyak masalah dalam keluarga dan hal buruk lainnya”.
Dia menambahkan, “Apabila prosesi pernikahan di luar kota dan pengantin berhalangan untuk memutari pohon asam di Desa Crewek dikarenakan jarak yang terlalu jauh, sebagai penggantinya masyarakat setempat juga memercayai bisa dari pakaian pengantin untuk diputarkan ke pohon asam oleh keluarga pengantin yang dipimpin oleh sesepuh adat Desa Crewek.”
Ibu Ning orang yang berasal dari Desa Crewek mengungkapkan hal yang sama, “Waktu itu ada pengantin mempelai laki-laki yang berasal dari luar desa yang berhalangan untuk melakukan tradisi tersebut. Sebagai penggantinya adalah pakaian mempelai bisa di putarkan ke pohon asam oleh keluarga.”
Tradisi tersebut masih dijaga dan dijalankan oleh masyarakat hingga saat ini. Tradisi itu menjadi salah satu budaya dalam pernikahan.
Selain Mubeng Asem, ada juga kegiatan yang masih dipertahankan oleh masyarakat di sekitar pohon asam. Warga setempat menyebutnya dengan “manganan”, yaitu melaksanakan hajatan dan membaca doa atau tahlilan. Tradisi manganan dilakukan sekelompok masyarakat atau keluarga yang akan melaksanakan hajatan. Menu yang wajib ada dalam tradisi manganan yaitu ingkung ayam kampung Manganan dilaksankan dengan harapan mereka mendapat rida dari Allah swt. (*)
Oleh Thariq Aziz