Awal Mula Dusun Larangan

Desa Adiarsa terletak di Kecamatan Kertanegara, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini berbatasan dengan Desa Maribaya di sebelah barat, Desa Kerangean di sebelah Utara, Desa Karang Pucung di sebelah selatan, dan Desa Karangasem di sebelah Timur. Desa Adiarsa merupakan salah satu desa dari kecamatan Kertanegara. Pemukiman di desa Adiarsa memiliki jenis yang bergerombolan dan di kelilingi lahan pertanian yang sangat luas. Oleh karena itu desa Adiarsa masih menjadi desa yang sangat sejuk dan memiliki udara yang segar. 

Desa Adiarsa merupakan daerah pedesaan yang jauh dari pusat kota. Lahan pertanian di Desa Adiarsa memiliki sistem irigasi yang cukup bagus sehingga pertanian menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat desa Adiarsa. Selain sistem irigasi, sistem pengairan di Desa Adiarsa juga cukup lancar karena letaknya yang dekat dengan pegunungan dan juga wilayah di sekitar gunung Slamet. Dataran di Desa Adiarsa umumnya memiliki lahan yang bergelombang. Desa ini mempunyai empat dusun yaitu dusun Jaer, dusun Karangmangu, dusun Adiarsa, dan dusun Larangan.

Pada masa lampau, Desa Adiarsa hanyalah hamparan tanah pinggiran yang mencakup hutan dan sawah. Sampai pada akhir abad ke 19 datanglah satu tokoh bernama Kasan Wijaya yang membangun desa secara administratif dan sosial. Kawas Wijaya juga menjadi pemimpin pertama di Desa Adiarsa. Nama Adiarsa sendiri bukan sekedar nama. Nama “Adiarsa” sendiri berasal dari dua kata, yaitu “adi” yang berarti selamat dan “arsa” yang berarti perkasa. Gabungan kedua kata ini melambangkan harapan agar desa ini selalu selamat dan kuat menghadapi berbagai cobaan, sebagaimana yang telah terbukti selama masa penjajahan Belanda dan Jepang, ketika Adiarsa berkali-kali diserang namun tetap bertahan dan berdiri tegak. 

Setiap dusun di Desa Adiarsa juga mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri, seperti Dusun Larangan. Pada masa lalu, Dusun Larangan bernama Dusun Dukuh Duwur. Sebelum Indonesia merdeka, kehidupan masyarakat Dusun Duwur sangat berbeda dari sekarang. Warga dusun ini dikenal memiliki perilaku yang tidak terpuji, seperti mencuri, berjudi, dan mabuk. Mata pencaharian utama mereka bahkan berasal dari aktivitas pencurian, sehingga dusun ini mendapat reputasi buruk di kalangan desa-desa sekitar.

Puncak dari perilaku buruk warga Dusun Duwur terjadi ketika mereka mencuri sapi beserta kandangnya milik warga Desa Darma. Peristiwa ini memicu kemarahan dan demonstrasi dari Desa Darma yang saat itu dipimpin oleh sesepuh bernama Darmawangsa. Sebagai respon atas kejadian tersebut, Darmawangsa mengutus adiknya, Amang Kuret atau dikenal dengan Mbah Kuret, untuk datang ke Dusun Duwur. 

Mbah Kuret adalah sosok kelak yang menjadi tokoh penting dalam perubahan besar di dusun Dukuh Duwur. Namun, awal kedatangannya tidak langsung diterima oleh warga sekitar, bahkan ia sempat mendapat penolakan oleh masyarakat dusun Dukuh Duwur. Meskipun ditolak, Mbah Kuret tetap bersabar dan konsisten menyebarkan ajaran kebaikan. Ia mulai membuka ladang pertanian dan mengajak warga untuk meninggalkan kebiasaan buruk. Perlahan-lahan, masyarakat mulai menerima kehadiran dan ajaran Mbah Kuret, sehingga perubahan pun terjadi secara bertahap. 

Berkat bimbingan dan keteladanan Mbah Kuret yang dilakukan secara perlahan-lahan, profesi utama warga Dusun Duwur berubah drastis. Dari yang semula banyak berprofesi sebagai pencuri, kini mayoritas beralih menjadi petani. Perubahan ini membawa dampak positif bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat dusun.

Setelah berhasil mengubah perilaku dan mata pencaharian warga, Mbah Kuret merasa perlu menghapus stigma buruk yang melekat pada dusun tersebut. Ia kemudian mengganti nama Dusun Duwur menjadi Dusun Larangan. Nama “Larangan” dipilih sebagai simbol larangan terhadap segala bentuk perilaku buruk yang pernah menjadi ciri khas dusun ini di masa lalu. 

Nama Larangan tidak hanya sekedar penamaan, tetapi juga mengandung pesan moral yang kuat. Mbah Kuret ingin menanamkan nilai bahwa segala perbuatan buruk dilarang masuk ke dusun ini, sehingga generasi berikutnya dapat hidup dengan lebih baik dan sopan. 

Hingga saat ini Mbah Amang Kurat menjadi tokoh yang selalu di ingat oleh para pemuda di dusun Larangan. Para Pemuda di dusun Larangan biasanya menyebut julukan dengan “Putune Mbah Kuret” yang artinya cucu dari Mbah Amang Kurat. Para warga dusun Larangan tidak pernah lupa dengan jasa yang diberikan oleh Mbah Amang Kurat. Warga seringkali membersihkan makan Mbah Amang Kurat dan mendoakannya.(*)

Oleh Muhamad Faqih Iqbal