Asal Mula Nama Tambora di Jakarta Barat

Jika kalian berasal dari Jakarta, terutama dari wilayah Jakarta Barat, kalian pasti tahu nama Kecamatan Tambora. Kecamatan ini selalu ramai karena lokasinya yang strategis dan keberadaan mall yang sangat diminati. Tambora selalu hidup modern, tetapi ada cerita menarik di balik namanya yang terkenal.

Sebelum menjadi kota metropolitan seperti sekarang, wilayah ini hanyalah sebuah kampung kecil yang sederhana sebelum dikenal sebagai Batavia. Kampung itu selalu penuh dengan aktivitas warganya yang saling mengenal dan hidup berdampingan. Karena suasananya yang ramah dan ramah, orang-orang di masa lalu sering mengatakan bahwa kampung ini memiliki “nyawa”. Setiap hari, dari pagi hingga malam, terdengar gendang dan rebana yang ditabuh dengan semangat mengiringi langkah orang-orang yang sibuk dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dua anak-anak yang berlari di gang kecil dan sapaan ramah dari tetua membuat suasana lebih hidup, seolah-olah seluruh kampung adalah satu keluarga besar yang saling menghormati. Tidak peduli seberapa kecil kampung itu, semangatnya sangat kuat dan kuat dalam ingatan orang-orang yang pernah tinggal di sana. 

Selama masa penjajahan, orang Belanda yang datang ke daerah itu mencatat, dalam buku harian pribadi, laporan resmi pemerintahan, dan catatan perjalanan, bahwa suara musik khas dari daerah itu selalu terdengar. Suara “tambor”—kata Portugis yang berarti “gendang”—sering terdengar menggema dari sudut-sudut kampung, terutama saat perayaan, acara keagamaan, atau acara di mana orang berkumpul. Dianggap sebagai ciri khas kehidupan sosial masyarakat setempat yang penuh semangat dan kebersamaan adalah dentuman ritmis gendang. Kata “tambor” perlahan berubah menjadi “tambora” karena pengaruh bahasa lokal dan cara pelafalan masyarakat yang lebih sederhana. Nama “Tambora” akhirnya menjadi nama wilayah yang kita kenal sekarang karena transformasi ini terjadi secara spontan dalam percakapan sehari-hari tanpa dokumen resmi.

Namun, ada banyak versi yang berbeda tentang bagaimana nama kecamatan ini berasal. Tidak semua orang setuju bahwa kata “tambor” dalam bahasa Portugis adalah asal dari nama “Tambora”. Sebagian orang berpendapat bahwa nama itu berasal dari peristiwa penting yang terjadi jauh di timur Nusantara, tepatnya di Pulau Sumbawa. Gunung Tambora meletus dengan hebat pada tahun 1815. Ini dianggap sebagai salah satu letusan gunung berapi terbesar yang pernah dilihat oleh manusia. Letusan tersebut menyebabkan banyak kerusakan, membunuh puluhan ribu orang, dan mengubah penampilan bumi di sekitarnya. Kekuatan letusan vulkanik itu begitu hebat sehingga abunya bahkan mencapai langit Batavia, yang berada ribuan kilometer dari Sumbawa

Selama beberapa hari setelah letusan Gunung Tambora, langit di atas pemukiman diselimuti awan kelabu. Asap dan abu dari letusan gunung berapi yang terbawa angin dari kejauhan menimbulkan suasana mencekam di Batavia. Sementara cahaya matahari sulit menembus tebalnya kabut abu, siang tampak seperti senja yang suram. Orang-orang yang tidak terbiasa dengan perubahan cuaca ekstrim terkejut karena suhu udara turun drastis. Aktivitas pertanian terhambat karena tanaman layu dan tanah menjadi terlalu basah, dan banyak petani mulai khawatir akan gagal panen. Tetapi setelah beberapa minggu, sesuatu yang tidak diantisipasi terjadi. Selain meningkatkan kadar hara dalam tanah, abu vulkanik, yang dulunya dianggap sebagai malapetaka, justru meningkatkan kadar hara dalam tanah. Perlahan-lahan, tanah yang sebelumnya gersang berubah menjadi lebih subur, dan tanaman mulai tumbuh lebih cepat dan lebih hijau dari biasanya. Hasil panen menjadi lebih baik

Penduduk desa memilih untuk mengganti nama desa mereka sebagai bentuk penghargaan. Mereka memutuskan untuk mengganti namanya menjadi Tambora, untuk mengenang letusan yang merusak yang membawa kesuburan, yang sebelumnya bernama Kampung Barat Laut. Nama ini juga dianggap sebagai representasi dari kemampuan alam untuk menciptakan dan menghancurkan. 

Namun, ada versi lain yang berkembang di kalangan masyarakat tentang bagaimana nama “Tambora” berasal. Versi ini mengatakan bahwa nama itu berasal dari kisah para penyintas bencana, bukan hanya bunyi gendang atau efek letusan gunung. Diceritakan bahwa banyak penduduk Pulau Sumbawa terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka karena letusan Gunung Tambora yang mengerikan pada tahun 1815. Mereka bergerak jauh ke arah barat dalam upaya mencari tempat yang aman dan kehidupan baru, dan akhirnya tiba di Batavia. Di sana, mereka menetap di sebuah area yang kemudian menjadi bagian barat kota. Kelompok ini menamai pemukiman baru mereka sebagai “Tambora” untuk menghormati dan mengingat tanah kelahiran mereka yang telah musnah. 

Namun, seiring berjalannya waktu, kedua versi cerita tersebut berkembang bersama-sama dalam ingatan masyarakat. Bagi sebagian orang, nama “Tambora” menggambarkan budaya lokal yang penuh semangat dan kegembiraan, yang berasal dari gaya hidup masyarakat asli yang akrab dengan musik, tarian, dan gendang dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sebaliknya, ada beberapa orang yang percaya bahwa nama “Tambora” memiliki hubungan dengan peristiwa masa lalu yang mengerikan—sebuah bencana alam yang menghancurkan bumi, memaksa orang berpindah, dan bahkan mengubah arah angin dan langit di atas Batavia. Kedua perspektif itu saling bertentangan, menunjukkan dua sisi yang berbeda dari sejarah yang sama. Satu perspektif membahas kehidupan lokal dan semangatnya, sementara perspektif lain membahas kerusakan alam dan pertahanan manusia terhadapnya.

Sekarang menjadi salah satu kecamatan terpadat di Jakarta Barat, Tambora memiliki deretan rumah yang berdempetan, jalanan yang ramai, dan kehidupan kota yang nyaris tidak berhenti. Namun, di antara lorong-lorong sempit dan pasar-pasar tradisional yang telah berdiri sejak puluhan tahun lalu, jejak masa lalu masih terasa hidup di balik hiruk-pikuk modernitas dan deru kendaraan. (*)

Oleh Angellica Puteri