Desa Gebugan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Desa ini terdiri dari 4 dusun, di mana tradisi dan kebiasaan dari leluhur masih kental di kalangan masyarakatnya. Ada salah satu tradisi yang rutin dilakukan selama satu tahun sekali yang dikenal dengan nama “Mot Banyu”. Oleh warga Tegalmelik Desa Gebugan tradisi ini dilakukan pada saat menjelang musim tanam khususnya di bulan Juni. Tradisi ini cukup menarik perhatian, sehingga membuat saya ingin tahu lebih dalam tentang tradisi tersebut. Untuk mengetahuinya, saya bertanya kepada seorang pejabat desa yang sering disebut dengan Bayan.
“Pak, saya ingin bertanya pada bulan serta hari apa tradisi Mot Banyu ini dilakukan oleh masyarakat?” ujarku.
“Tradisi Mot Banyu akan dilakukan setahun sekali dan biasanya berlangsung pada hari Sabtu Pon di bulan Juni,” ujar Pak Bayan.
Saya pun kembali bertanya, “uUntuk tempatnya sendiri itu di mana, Pak? Apakah di Dusun Tegalmelik atau di bagian dusun lain?”
“Untuk tempatnya itu berada di Siceblung yaitu bagian paling atas dari desa kita (Dusun Lempuyangan),” ujar Pak Bayan.
Beliau pun kembali mengatakan “Acara Mot Banyu ini akan dibagi kedalam tiga titik utama yaitu sumber, wangan selumut, serta wangan tengah.”
“Kenapa acara tersebut dibagi ke dalam beberapa tempat, Pak?” tanya saya.
“Karena tempat yang diberi nama sumber itu merupakan sumber air yang dimanfaatkan untuk mengairi rumah-rumah warga, sedangkan wangan ialah sumber yang digunakan untuk mengairi pertanian,” ujar beliau.
Saya pun kembali bertanya “Kalau begitu, apakah warga yang mengikuti acara di kedua tempat itu sama?”
“Tidak, warga yang mengikuti acara di sumber hanyalah bapak-bapak dan tokoh penting masyarakat sedangkan di daerah wangan ditambah dengan ibu-ibu,” ujar beliau.
“Mengapa demikian, Pak?” tanya saya penasaran.
“Hal itu karena melihat kondisi medan yang ada. Di lokasi sumber medannya cukup ekstrem dan lebih jauh daripada di daerah Wangan,” ujar beliau.
Mot banyu merupakan sebuah tradisi yang ditujukan sebagai sebuah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas sumber daya air yang diberikan dimana mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari lebih dari 300 kartu keluarga dan untuk mengairi daerah pertanian. Biasanya, satu minggu sebelum acara dilakukan, para warga dan tokoh masyarakat akan melakukan perkumpulan di rumah bapak kepala dusun. Pada perkumpulan tersebut kurang lebihnya akan membahas pembagian tugas untuk membawa keperluan acara Mot Banyu berupa alat kebersihan dan ubarampe. Selain itu, perkumpulan ini juga akan membahas mengenai persiapan acara sedekah dusun berupa pementasan wayang yang juga menjadi rangkaian acara tersebut. Jika membahas sedikit mengenai acara wayangan, tiap-tiap dusun di Desa Gebugan memiliki jadwal pementasan yang berbeda.
Setelah mengadakan perkumpulan, sekitar pukul 7 pagi saat Sabtu Pon warga akan bersama-sama datang ke rumah kepala dusun dengan membawa barang-barang yang sudah dibagi sebelumnya. Setelah semuanya berkumpul, mereka akan berangkat ke lokasi Mot Banyu menggunakan kendaraan. Namun karena Siceblung ini berada di kaki Gunung Ungaran yang medannya harus menyusuri tebing dan saluran parit maka warga harus berjalan kaki kurang lebih sejauh 1-2 km. Mereka dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu kelompok pertama yang hanya beranggotakan bapak-bapak menuju sumber utama dan kelompok kedua yaitu kelompok tani yang terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu menuju Wangan.
Sesampainya di lokasi masing-masing, pimpinan kelompok akan memberikan sedikit pengarahan sebelum acara dimulai. Biasanya acara Mot Banyu diawali dengan melakukan kerja bakti terlebih dahulu di sekitar aliran air. Kelompok pertama dipimpin oleh kepala dusun yang didampingi oleh modin, sedangkan kelompok kedua dipimpin oleh bayan yang didampingi oleh sesepuh kelompok tani. Setelah mendapat arahan, warga pun mulai melakukan kegiatan kerja bakti seperti mencabut rumput-rumput liar dan membersihkan sampah atau kotoran-kotoran yang menyumbat aliran air. Melalui kegiatan kerja bakti ini diharapkan sumber air dapat terjaga kelestariannya dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan warga hingga masa mendatang.
Rangkaian acara Mot Banyu setelah kerja bakti ialah “slametan nggethik”. Slametan ini merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan serta leluhur atas berkah air yang mengalir hingga saat ini. Warga mulai mempersiapkan ubarampe mereka untuk disajikan dan dimakan bersama-sama. Suasana ini terasa lebih hangat karena seluruh persiapan dilakukan secara gotong royong dan penuh kebersamaan.
Ubarampe merupakan kebutuhan yang diperlukan dalam acara slametan terdiri dari nasi, sayur cikra-cikri, sambal kelapa, dan ayam utuh yang nantinya akan dibakar. Seluruh bahan ini merupakn simbol kesederhanaan dan kekayaan alam yang ada di Desa Gebugan. Setelah semuanya siap, makanan ini akan disajikan diatas daun pisang yang disusun memanjang. Hidangan ini kemudian dinikmati bersama-sama sebagai simbol kebersamaan setelah kerja bakti menjaga serta melestarikan daerah sumber air.
Selain dihidangkan, sebagian ubarampe juga akan dibuat menjadi sajen/sesaji. Di lokasi sumber, sajen akan disiapkan oleh modin sebagai tokoh agama dan pemimpin spiritual. Sedangkan di lokasi wangan disiapkan oleh sesepuh kelompok tani yang lebih dihormati. Sajen ini biasanya diletakkan pada tempat-tempat khusus dekat aliran air yang ada. Ritual ini menjadi puncak dari acara Mot Banyu yang menyatukan unsur spiritual, sosial, serta ekologis.
Acara mot banyu ini biasanya berlangsung dari jam 7 pagi hingga jam 1 siang. Dalam rentang waktu tersebut, rangkaian acara dilakukan secara teratur mulai dari persiapan awal di rumah bapak kepala dusun, pengarahan saat di lokasi, kerja bakti, memasak, hingga puncak acara yaitu slametan gethik. Walaupun acara Mot Banyu ini hanya berlangsung setengah hari namun tetap terasa khidmat dan menyimpan nilai-nilai kebersamaan, tanggung jawab sosial, dan penghormatan kepada alam. Bagi masyarakat, tradisi setahun sekali ini bisa lebih mendekatkan hubungan baik antarmasyarakat ataupun dengan alam.
Sebelum pulang, masing-masing pemimpin acara akan mengecek kembali bahwa sumber tersebut dalam keadaan yang baik dan mencukupi hingga satu tahun berikutnya. Setelah itu seluruh warga bersiap-siap untuk pulang kerumah dan tidak lupa membawa berkat gethik yaitu makanan yang telah dibuat dan dimakan setelah slametan tadi.(*)
Oleh Galuh Dwi Oktavianti