Pondok Gede adalah sebuah kecamatan di kota Bekasi provinsi Jawa Barat. Awalnya Pondok Gede merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi, sebelum masuk ke dalam wilayah Kota Bekasi. Pondok Gede merupakan suatu wilayah kecamatan di Kota Bekasi yang berbatasan antara Jakarta dan Bekasi. Mencakup wilayah yang sekarang terpecah menjadi Kecamatan Jatiasih, Jatisampurna, dan Pondok Melati.
Dahulu, tepat dimana Mal Plaza Pondok Gede berdiri, ada sebuah bangunan besar yang menjadi cikal-bakal nama Pondok Gede. Pada tahun 1775 seorang Belanda bernama Pendeta Johannes Hooyman membangun sebuah gedung yang merupakan perpaduan antara gaya Eropa dan Jawa.Interiornya dibuat dengan selera tinggi, kusen pintu dan jendela diberi ukiran indah serta langit-langit dan dindingnya diperoleh dengan figura artifisial. Bentuk gedung tersebut sangat panjang dengan atap besar.
Lantai satu dibangun dalam gaya Indonesia terbuka dengan serambi pada ketiga sisinya (joglo). Sementara bagian depan yang bertingkat dua, dibangun gaya tertutup Belanda. Rumah kombinasi dua gaya ini dulu sangat lazim pada rumah-rumah tuan tanah.
Adolf Heuken dalam bukunya Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta menulis, interior rumah ini pernah menunjukkan cita rasa tinggi. Plesteran terdapat pada beberapa ruangan dan serambi, ditambah aneka hiasan pada pintu dan kusen jendela. “Karena bagunan ini cukup besar, warga sekitar sering menyebutnya dengan ‘Pondok yang Gede’ yang lambat laun hanya disebut dengan Pondok Gede,” tulisnya.
Namun menurut Gusman J Nawi, dalam Mengenang Landhuis Pondok Gede, penyebutan nama pondok gede sudah ada jauh sebelum dibangunnya pasar dan Landhuis Pondok Gede. Pada tahun 1800, bangunan ini dibeli lengkap dengan sebidang tanah luas di sekitarnya oleh Lendeert Miero alias Juda Leo Ezekiel. Dirinya adalah seorang Yahudi Polandia yang dikenal sebagai orang kaya raya. Dirinya ketika datang pertama kali ke Batavia pada tahun 1775, keadaannya sebenarnya lontang lantung. Miero adalah seorang pria miskin yang menjadi prajurit kecil di Kerajaan Hindia Belanda. Dirinya menyembunyikan identitas sebagai Yahudi, karena Belanda saat itu dinahkodai oleh dua perusahaan eksploitasi terbesarnya VOC dan the Dutch West India Company (WIC) yang melarang adanya bangsa Yahudi untuk bekerja.
Namun segalanya berbalik setelah Belanda mengizinkan Yahudi berkongsi dalam perekonomian dan pemerintahan mereka. Nasib Miero mulai berubah drastis, dia bisa membangun kerajaan bisnisnya. Dirinya memiliki toko di Molenvliet West, sekarang menjadi kawasan Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, serta satu rumah mewah yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional. Dari hasil berdagang inilah dia bisa membeli sebidang tanah luas dengan rumah besar milik Hooyman. Miero meninggal dalam usia 79 tahun dan dimakamkan di samping rumahnya di Pondok Gede. Tetapi makam itu dibongkar dan dijadikan rumah hunian penduduk. Bahkan nisannya pun dicongkel untuk pondasi rumah.
Setelahnya kawasan ini berpindah tangan ke CV Handel yang dijadikan perkebunan karet. Pada 1946, tempat ini lagi-lagi berpindah tangan ke NV Pago Rado dan pada 1962 dibeli oleh TNI AU (Inkopau). Sampai 1992, bangunan itu masih ada. Awalnya direncanakan bangunan kuno itu akan dilestarikan bahkan menjadi sentra dari taman rekreasi. Namun semuanya berubah karena kepentingan konomi. Pada tahun 1992, bangunan bersejarah itu dirobohkan untuk dijadikan mal, yang sekarang dikenal sebagai Mall Plaza Pondok Gede. Bangunan sejarah ini kemudian lenyap, namun namanya masih terkenang sebagai nama Kampung Pondok Gede.
Plaza Pondok Gede secara resmi dibuka pada tahun 1992. Kehadirannya menjadi tonggak penting dalam perkembangan ekonomi dan gaya hidup masyarakat Pondok Gede dan sekitarnya. Sebagai salah satu mal pertama di Bekasi, Plaza Pondok Gede dengan cepat menjadi pusat perbelanjaan dan hiburan yang populer.
Perjalanan Plaza Pondok Gede tidak selalu mulus. Pada tahun 1999, terjadi kebakaran yang cukup signifikan di area sekitar mal. Peristiwa ini kemudian mendorong adanya pembangunan kembali dan transformasi area tersebut menjadi Atrium Pondok Gede, yang berdiri berdampingan dengan Plaza Pondok Gede.
Selain bangunan utama mal, kawasan di sekitar Plaza Pondok Gede juga mengalami perkembangan dengan hadirnya deretan ruko dan bangunan dua lantai yang dikelola oleh Ramayana Department Store (dikenal sebagai Plaza Ramayana). Hal ini semakin memperkuat
Plaza Pondok Gede bukan sekadar pusat perbelanjaan biasa. Ia berdiri di atas lahan yang memiliki akar sejarah yang kuat, bermula dari sebuah rumah besar pada masa kolonial yang memberikan nama bagi seluruh kawasan. Transformasi lahan ini dari rumah besar menjadi pasar tradisional, terminal, hingga akhirnya menjadi mal modern mencerminkan dinamika perkembangan urban di Bekasi. Keberadaannya selama lebih dari tiga dekade menjadikannya saksi bisu perkembangan sosial dan konomi masyarakat Pondok Gede dan tetap menjadi salah satu ikon penting di kota Bekasi.(*)
Oleh Sadad Ali